Posted by: mediasholeha | September 17, 2012

Komunikasi Terbuka, Persoalan Sirna

Pasangan Anda tertutup? Bukalah, agar Anda terhindar dari penumpukan masalah

Lidia yang sudah lima tahun menjadi istri Amir memilih untuk lebih baik diam jika sedang merasa kecewa, jengkel, atau marah. Saat suaminya sering pulang terlambat tanpa berusaha menelpon terlebih dahulu, misalnya. Juga ketika Amir tiba-tiba membeli aneka perabot rumah tangga sesuai seleranya, tanpa meminta pendapat istrinya lebih dulu. Bagi Lidia, memendam perasaan kecewanya sedalam mungkin adalah jalan terbaik, agar di antara keduanya tidak pecah pertengkaran.

Pasangan Fitri dan Edi mengalami permasalahan yang serupa. Dalam dua tahun pernikahannya, mereka merasa tak ada maasalah dengan komunikasi. Kehadiran ibu Edi yang ikut tinggal bersama banyak member bantuan dalam mengasuh dua balita mereka.Namun semenjak itu pula, terasa ada ganjalan di antara mereka dalam berkomunikasi. Manakala ada perselisihan, Fitri merasa lebih baik memendamnya, karena khawatir diketahui mertua. Menurutnya, dengan cara tak lagi dibicarakan, nantinya konflik akan terselesaikan dengan sendirinya.

Benarkah begitu? Mengapa suasana dalam rumah tangganya semakin memanas saja? Ya, komunikasi mungkin telah terjalin sekian puluh tahun antara suami dan istrinya, tetapi sudahkah berkualitas? Jika sudah, semestinya kondisi rumah tangga akan semakin harmonis. Benih cinta semakin subur dalam sanubari, dan setiap permasalahannakan dapat dicarikan jalan keluarnya bersama-sama.

Namun jika kondisi rumah tangga dari tahun ke tahun tidak ada perbaikan, atau bahkan cenderung memburuk, perlu dievaluasi kembali hingga sejauh mana kualitas komunikasi yang selama ini dibangun antara pasangan suami dan istri.

Ada tiga tingkatan kualitas komunikasi yang biasa terjadi antara suami dan istri :

  1. Tingkat pertama, adalah yang disebut tingkat formalitas. Pada tingkat ini komunikasi hanya terjadi dalam kondisi minimal, sebatas sapaan dan basa-basi sehari-hari, seperti ucapan salam, pertanyaan-pertanyaan rutinitas, seperti ajakan untuk makan, shalat, bangun di pagi hari, dsb.

Model berkomunikasi tingkat pertama ini sering terjadi di antara pasangan sibuk, yang tak punya waktu untuk berkomunikasi panjang lebar. Ditambah lagi suasana rutinitas yang membosankan, beban pekerjaan, serta kondisi badan kelelahan semakin menghilangkan keinginan untuk berkomunikasi lebih jauh.

Selanjutnya kondisi ini menjadi sangat rawan terhadap terjadinya kesalahpahaman, karena yang sebenarnya terjadi hanyalah komunikasi semu. Harus ada inisiatif untuk meningkatkan kualitas komunikasi setidaknya menjadi tingkatan berikutnya.

  1. Tingkatan kedua, adalah tingkatan jurnalis. Maksudnya, di tingkat ini suami dan istri sudah saling banyak bercerita tentang berbagai kejadian dan fakta-fakta yang ada di sekitarnya, tetapi hanya sebatas fakta itu saja. Mereka mungkin bicara tentang kondisi social politik yang ada, bicara juga tentang kemajuan perkembangan anak-anak, tentang pekerjaan dan tentang apa saja, tetapi masih belum mengungkapkan perasaan yang paling dalam.

Komunikasi antara Lidia dan Amir mungkin masih berada di taraf ini, sehingga masing-masing masih belum leluasa mengungkapkan perasaan-perasaan yang sebenarnya. Merasa bahwa sebaiknya kekecewaan disimpan dan dikuburkan saja dalam-dalam. Nyatanya, ada perasaan-perasaan tersembunyi yang tak diketahui pasangan inilah yang menjadi penyebab utama kesalahpahaman antara suami istri.

  1. Tingkatan ketiga, adalah yang terbaik, yaitu tingkatan perasaan. Inilah komunikasi yang benar-benar terbuka. Antara pasangan sudah saling menyampaikan isi perasaan mereka yang terdalam. Tiada lagi ganjalan yang membebani hati. Setiap ada permasalahan bisa dimusyawarahkan dengan baik, bila ada ketersinggungan bisa diatasi dengan baik pula.

Untuk menuju tingkatan terbaik ini, ada dua kunci yang perlu diingat. Pertama, sampaikan perasaan dan pendapat dengan jelas. Jika ibu tak suka kepada perilaku suami yang membiarkan ibu sendiri tanpa peduli pada acara bersama teman-temannya, maka jangan hanya mengatakan, “Saya tak suka acara itu”. Anda lebih baik mengatakan di mana letak ketidaksukaan dengan jelas dan akurat.

Kunci berikutnya, jangan mengatakan sesuatu yang tidak sebenarnya. Suatu saat Anda mengatakan, “Tidak, Saya tidak apa-apa,” padahal Anda jengkel karena suamipulang terlambat tanpa pamit. Berarti Anda memendam persoalan.

Kedua kesalahan ini harus dihindarkan. Akan tetapi, resikonya mungkin membuat pasangan menjadi tersinggung. Apalagi jika satu pihak menyampaikan dengan cara yang tidak bersahabat. Itulah sebabnya, semestinya keahlian berkomunikasi ini sama-sam dipelajari oleh kedua belah pihak, untuk selanjutnya dibuat kesepakatan agar masing-masing berupaya berlapang dada dan bersabar menjalaninya.

MENGGANTUNG KONFLIK

Kesalahan yang sering dilakukan pasangan adalah karena membiarkan konflik terkatung-katung tanpa penyelesaian. Bisa jadi karena suasana serba tak enak, kaku dan panas yang tak menyenangkan, salah satu pihak berinisiatif menghentikan konflik dengan cara pergi begitu saja, atau memendam konflik yang belum terselesaikan.

Sesungguhnya, konflik yang dibiarkan menggantung seperti ini justru akan menjadi semakin besar karena hanya disimpan. Dan jika ada satu hal yang menjadi pemicunya, maka ledakannya bisa menjadi lebih hebat. Inilah yang terjadi pada pasangan Fitri dan Edi, di mana Fitri lebih suka membiarkan konflik bergantung karena khawatir diketahui mertua.

Diperlukan kesadaran dari kedua belah pihak, untuk berbesar hati melewati masa-masa sulit dalam menghadapi konflik. Kedewasaan dalam bersikap sangat diperlukan untuk mencari jalan keluar.

Tips : Membiasakan Keterbukaan

Anda kesulitan mengajak pasangan Anda untuk saling terbuka dalam komunikasi? Apakah dia memiliki sifat tertutup? Atau barangkali tak cukup waktu untuk berkomunikasi? Atau menurutnya dirasakan tak perlu membicarakannya? Cobalah tips-tips di bawah ini:

MULAI DARI DIRI SENDIRI

            Sampaikanlah kepada pasangan Anda tentang perasaan-perasaan yang ingin Anda sampaikan, walaupun tak mendapat respon dari dia. Wajar saja, bukankah di amsih belum terbiasa dengan keterbukaan itu?

Jangan harap dia akan memulai hal etrsebut. Andalah yang harus mulai mengenalkan iklim keterbukaan itu. Sesungguhnya untuk mengubah sifat tertutup akan lebih efektif dilakukan melalui pembentukan suasana lingkungan kehidupan. Namun jangan heran, bahwa proses pertama ini mungkin belum menampakkan hasil hingga berbulan-bulan.

LAKUKAN PEMBIASAAN

Setelah memulai, jangan putus asa walaupun belum Nampak respon dan tanggapan dari pasangan. Ciptakan pembiasaan, sehingga pasangan mengenal suasana terbuka terlebih dahulu. Setelah kenal, kemudian terbiasa dan tak lagi canggung. Berikutnya baru mungkin tumbuh keinginan untuk berpartisipasi.

SAMPAIKAN PESAN ‘SAYA’

Jika keterbukaan dihindari karena khawatir menyinggung perasaan pasangan, lakukan komunikasi dengan trik menyampaikman Pesan ‘Saya’, bukan dengan Pesan ‘Kamu’. Yang dimaksud Pesan ‘Kamu’ adalah semisal teguran istri, “Saya tak suka ayah merokok. Kenapa sih tak bisa menghentikan kebiasaan merokok? Batuknya sudah separah itu!”

Kalimat ini menyampaikan sebuah pesan tentang perbuatan orang kedua dan akan terasa menyalahkan serta menyudutkan, sehingga reaksi awal dari pasangan kita adalah penolakan.

Akan lebih baik jika penyampaiannya dibalik seperti, “Saya tahu bagi ayah akan terasa sangat ebrat untuk mengurangi kebiasaan merokok. Apa yang kira-kira bisa saya perbuat untuk membantu usaha ayah? “ Karena yang disampaikan adalah ‘perasaan saya’, maka kemungkinan untuk tersinggung diminimalkan.

Beberapa contoh ‘Pesan Kamu’ serta ‘Pesan Saya’ adalah seperti berikut ini.

Pesan Kamu (K): Belum pernah sekalipun Bapak mau mengambil rapor Tedi.

Pesan Saya (S): Wah pekerjaan Bapak banyak sekali. Adakah yang bisa dibantu agar ada waktu buat pergi ambil rapor?

K: Kamu belajar dandan sedikit, dong.

S: Saya salut sekalindengan kelelahanmu setiap hari mengurus rumah, hingga tak sempat dandan. Apa masalah sebenarnya?

K: Ibu memang terlalu boros belanja

S: Ayah faham benar betapa sulitnya menentukan pilihan saat melihat banyak tawaran menarik di toko. Apakah uang kita mencukupi?

POSISI YANG BERKEPENTINGAN

Jika suami merasasatu hal tak perlu dibicarakan, istri bisa mencari kalimat pancingan untuk membuat suami merasa dirinya berkepentingan terhadap permasalahan tersebut. Kepada suami yang kurang peduli kepada anak, misalkan, istri bisa berkata, “Kudengar Tedi bercerita kepada temannya betapa bangganya ia ketika ayah ajak pergi bersepatu roda dua pecan lalu. Kemarin ia mendesakku untuk menanyakan kepada ayah, kapan ayah mau mengajaknya kembali. Bagaimana menurut ayah?”


Responses

  1. hum… nice posting atik… bukunya john gray yg “man from mars and women from venus” juga bagus lho… mengulas juga tentang komunikasi pria dan wanita. recommended 🙂

    ahya, mitsaqan ghaliza, ya… still wondering 🙂

  2. Betul, kadang permasalahan muncul hanya karena komunikasi yang tidak terbuka… 🙂

  3. #risma n mb uzi..
    Nuwun nggih sdh mampir. Betul3x. Mari belajar dan trs belajar..:)

  4. Tambah ilmu, alhamdulillaah 🙂

  5. alhamdulillaah..:)

  6. saya izin copas mba.. alhamdulillah bagus sangat postingannya..punteun..

  7. terima kasih.. silahkan mb..^^


Leave a comment

Categories