Harap & Cemas Kunci Mengenal Alloh

Harap & Cemas Kunci Mengenal Alloh

Ustadz Drs Syathori Abdurrouf

Bagian I

“…Janganlah kamu berputus asa dari mengharap Rahmat Alloh. Sesungguhnya tiada yang berputus asa dari mengharap Rahmat Alloh melainkan kaum yang kafir”. (Al Quran surat Yusuf  : 87)

Segala puji hanya pantas kita persembahan bagi Alloh, Tuhan seru sekalian alam, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Raja yang menguasai hari pembalasan, tempat kita memohon serta beserah diri. Semoga Alloh senantiasa menunjuki kita jalan‑Nya yang lurus, jalan orang‑orang yang beriman dan Alloh beri rahmat, bukan jalan orang‑orang yang sesat.

Sahabat sekalian, kalau kita cermati ternyata satu surat yang senantiasa kita baca pada setiap shalat yang merupakan rukun dari shalat itu sendiri tidak lain adalah surat Al Fatihah, namun demikian sepertinya hanya sedikit sekali diantara kita yang memahami makna dari kata‑kata yang ada didalamnya. Semoga Alloh membukakan hati dan memberikan hikmah ke dalam hati kita sehingga punya kemampuan untuk itu.

Sahabat sekalian, sebetulnya ketika sampai pada kata Rabbul ‘alamin, sesungguhnya kita diajak oleh Alloh untuk mengenal‑Nya lebih baik dan benar lagi, sebab mengenal Alloh adalah kunci dari segala kebaikan. Paling tidak ada empat hal yang harus kita sama‑sama pahami dan kenali terkait dengan Alloh sebagai Rabbul’alamin, bahwa Alloh adalah (1) Al Khaliq, yaitu pencipta alam, (2) Ar Razaq, yaitu pemberi rizki alam, (3) Al Mudabbir, pengatur alam dan (4) Al Murabbi, pembimbing alam. Kalau saja dalam hidup kita yang hanya sekali dan sebentar ini betul‑betul memahami keempat hal di atas yang berkaitan dengan Alloh sebagai Rabb, maka cukuplah bagi kita untuk mampu merengkuh kebahagiaan dan kesenangan dari setiap Yang kita alami, rasakan dan saksikan walaupun hanya sebatas ucapan “Alhamdulillah” (Segala puji bagi Alloh), dengan catatan kita paham betul dengan hamdalah yang diucapkan seolah‑olah kita bagai dicelup dalam samudra keindahan, karena semua yang kita alami tidak lain adalah kenikmatan yang menghunjam dalam hati nurani kita bukan hanya sekedar kenikmatan lahiriah.

Sahabat sekalian, ada atau bahkan banyak diantara kita yang mengenyam kenikmatan dunia hanya sebatas kenikmatan lahiriah belaka, tidak sampai ke hati. Semisal bila seseorang makan, maka makanan tersebut kenikmatannya hanya sampai di lidah saja, beda dengan orang yang merasakan kenikmatan yang menghujam ke dalam hati, rasa nikmat itu akan berujung pada rasa syukur dan mengingatkan dia kepada yang memberi nikmat, sehingga kalaupun suatu ketika ia makan makanan yang tidak lezat sekalipun, maka akan tetap melahirkan kenikmatan yang sampai ke dalam hatinya, demikian juga ketika dia terbiasa memakai motor baru kemudian berganti motornya dengan motor tua angkatan 76‑an semisal, lantas ia menjadi kurang atau hilang PEDEnya, maka ini dapatlah dijadikan satu indikasi kurang kenalnya dia dengan Alloh yang memberikan itu semua, karena semua yang ia rasakan selalu dikaitkan dengan hal yang bersifat keduniaan semata. Jadi bedanya antara orang yang mengenal Alloh dengan yang tidak mengenal Alloh, adalah bahwa bagi orang yang tidak mengenal Alloh semua yang ia rasakan baik itu berupa kebahagiaan, kenikmatan, kelezatan dan lain sebagainya hanya sebatas lahiriah saja dan tidak menghunjam ke dalam hati, senantiasa yang menjadi standar atau patokan adalah standar fisik atau lahiriah. Lain halnya dengan orang yang mengenal Alloh, bahwa kenikmatan yang ia rasakan akan sampai menghujam secara mendalam ke dalam hatinya, semisal kenikmatan beribadah yang ia rasakan baik itu tahajud, tilawah Quran, serta ibadah lainnya yang ia lakukan dan rasakan pada saat ini akan mendorong dia untuk melakukan ibadah yang sama atau bahkan menyempurnakannya. Sehingga kalaupun kernudian ia tidak melakukan ibadah yang sama seperti yang sudah ia lakukan, maka ia akan merasa ada sesuatu yang hilang, sernisal biasanya tahajud kemudian karena kebablasan tidurnya lantas tidak tahajud maka pada saat itu ia akan merasakan ada sesuatu yang hilang dan kurang, sama hal nya dengan orang yang biasanya merokok setelah makan, kemudian tidak ngerokok, maka dia akan merasakan seperti ada yang kurang dalam hidupnya (kata yang suka merokok) .

Sahabat sekalian, lantas muncul pertanyaan apakah orang yang sudah mengenal Alloh tidak akan pernah berbuat dosa?, jawabannya tentu adalah bahwa mereka pun karena manusia biasa, boleh jadi suatu ketika tergelincir dalam perbuatan dosa. Akan tetapi ia akan dengan segera menyadari dan menyesali perbuatan dosanya itu. Penyesalan inilah sesungguhnya sahabat sekalian adalah kenikmatan baginya, dimana penyesalan ini akan melahirkan ketenangan dalam hatinya, yang sudah barang tentu diawali oleh dorongan untuk bertaubat. Taubat yang dilakukan oleh orang yang betul-betul menyesal akan didengar oleh Alloh, tentu orang yang menyesal tidak akan mengulangi perbuatan dosanya, dengan demikian perbuatan dosapun bagi orang yang mengenal Alloh akan melahirkan kenikmatan, yang mungkin pada awalnya setelah berbuat dosa akan timbul kesusahan, akan tetapi ketika menyesal kernudian beristighfar, bertaubat dengan penuh kesungguhan maka bergantilah kesusahan itu dengan ketenangan yang boleh jadi ketenangan itu akan semakin bertambah bila dibanding sebelum ia berbuat dosa. Akan tetapi, hal ini tidak berarti bagi orang yang mengenal Alloh tidak lantas memprogram atau membuat rencana untuk berbuat dosa, karena tahu hikmah dari berbuat dosa ini yakni mendapatkan ketenangan setelah taubat. Jadi, semestinya perbuatan dosa yang ia lakukan adalah sesuatu yang timbul dengan serta‑merta tanpa ia rencanakan.

Sahabat sekalian, melihat besarnya hikmah, faedah bagi orang mengenal Alloh, maka akan timbul pertanyaan sanggupkah kita mengenal Alloh? Atau bagaimana agar kita mampu mengenal Alloh? Kunci jawaban pertanyaan ini adalah kalau kita hanya bertumpu pada kekuatan kita, kemampuan kita dan keberadaan kita, maka sampai kapanpun kita tak akan mampu mengenal Alloh. Untuk mengenal‑Nya lantas apa atau siapa yang harus kita andalkan?

3. Hedonis, adalah tipe manusia yang mempunyai keterlibatan dan kepedulian tinggi dalam hal duniavvi. Mereka memiliki kekayaan secara materi, tetapi rendah secara moral, sehingga cenderung menjadi manusia yang haus akan kekayaan, kedudukan dan kekuasaan. Mungkin saja mereka cerdas secara intelekrual, tapi bodoh secara spiritual. Hidup hanya mengejar kesenangan atau kenikmatan yang sementara, berjangka pendek dan fana.

4. Muttaqin, adalah tipe manusia ideal, bertanggung jawab secara berkeseimbangan antra kepeduliannya yang tinggi terhadap akhirat, dan pencapaian amal prestatifnya di dunia. Mereka selalu cenderung untuk berorientasi pada pencapaian prestasi yang tetap  konsisten, menjadikan akhirat sebagai ultimate goal-nya dengan cara membuktikannya secara aktual dalam hubungannya dengan manusia dan alam. Mereka adalah tipe manusia cerdas secara ruhani yang selalu mengarahkan sikap dah tindakannya secara berkeseimbangan, mengarah, dan berupaya sekuat tenaga untuk menjadi orang‑orang yang bertanggung jawab ( al muttaqin).

(Sumber : Kecerdasan Ruhaniyah, KH. Toto Tasmara, penerbit GIP)

Responses

  1. alhamdulillah,.tambahan ilmu,jzzaklloj,

  2. Waiyyakum..

  3. Suqron

  4. afwan

  5. Kunci diterimanya amal

  6. Siiip


Leave a comment