Kupu‑Kupu Ramadhan (1)

Kupu‑Kupu Ramadhan

(Upaya Sungguh‑Sungguh Menggapai Derajat Taqwa)

Bagian pertama

Oleh : Ustadz Drs. Syathori Abdurrouf

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa ” (QS. Al Baqarah (2) : 186)

Sebagaimana kita yakini bersama, satu dari tugas yang kita emban sebagai hamba Alloh adalah agar kita mengajak manusia menuju jalan yang haq yaitu Islam, sehingga dunia akan selamat. Jadi boleh dikata bahwa sebetuInya kita adalah da’i yang mempunyai tugas untuk berda’wah. Da’wah punya tujuan untuk merubah ke arah yang lebih baik. Namun kita memahami sepenuhnya, bahwa kita tiak akan mungkin mampu melakukan perubahan kalau kita sendiri tidak merubah diri kita, satu hal yang impossible atau mustahil dapat terjadi kalau itu semua tidak kita mulai dari diri kita sebagai subyek (pengubah). Masyarakat tidak akan pernah menjadi baik kecuali kalau kita sebagai bagian terkecil dari masyarakat berusaha untuk baik terlebih dahulu.

Perubahan terhadap diri sendiri hanya akan bisa kita lakukan manakala kita mau dan mampu jujur terhadap hati nurani kita. Kemampuan untuk jujur terhadap hati nurani ini seolah‑olah mudah kita lakukan saat Ramadhan kemarin, ketika kita selama sebulan penuh melakukan shaum dengan penuh kesungguhan, sehingga apapun yang kita lakukan seolah‑olah kita kendalikan dengan meminta pertimbangan dari hati nurani.

Sahabat sekalian, sesungguhnya, Alloh telah memberi kesempatan berupa waktu khusus pada kita untuk melatih diri berbuat jujur pada hati nurani kita yaitu pada bulan Ramadhan kemarin. Bukankah satu target yang harus kita capai ketika melakukan puasa Ramadhan adalah derajat atau kedudukan taqwa, dan taqwa itu sendiri bisa kita artikan bertanggung jawab terhadap apa yang kita terima. Puasa pada hakekatnya adalah proses latihan yang kita lakukan dengan mengendalikan semua nafsu. Puasa di bulan Ramadhan yang telah kita lakukan, kalau kita analogikan dengan kejadian di alam, ibarat proses metamofosis yang dilakukan ulat untuk berubah menjadi kupu‑kupu, yaitu perubahan dari sesuatu yang menjijikan dan menakutkan (ulat) menjadi sesuatu yang indah dan menarik serta memberi banyak manfaat bagi mahluk lain (kupu-­kupu). Keadaan ini bisa kita amati, ketika ada ulat bulu di tangan kita maka dengan serta merta dan reflek kita akan mengibaskannya sehingga dia terlepas dari tangan kita. Tapi sahabat, ada saatnya ulat bulu itu melakukan metamorfosis, merubah diri menjadi menjadi kepompong. Ulat tersebut akan berpuasa dan berdiam diri dalam waktu yang tidak sebentar sehingga ketika tiba saatnya, maka dia akan berubah menjadi kupu‑kupu dengan keindahan yang di milikinya. Penyakit dan pengotor inilah yang menyebabkan kita bergidik saat melihat hati kita sebelum bulan Ramadhan.

Ulat bulu tentu berbeda dengan kupu-­kupu. Perbedaan antara keduanya antara lain: Pertama, saat kita melihat kupu-kupu kita terkesima melihat sayap kanan dan kirinya yang begitu simetris, menebar keindahan kemana dia terbang, dimana dia berada dan kepada siapa saja yang ia jumpai, keindahan yang ia tebarkan adalah keindahan yang mengingatkan bukan keindahan yang melenakan, apalagi melalaikan. Ketika kita menjumpainya maka kita akan serta merta berucap “subhanalloh alangkah indahnya kupu‑kupu itu. Kekaguman ini menunjukkan bahwa kita belum seindah kupu‑kupu, karena jika kita sama indahnya dengan kupu‑kupu itu tentu tidak akan terlontar pujian itu, bahkan mungkin akan keluar cibiran “ah biasa saja”. Dalam menebarkan keindahan atau menampakkan keindahan tersebut, kupu‑kupu senantiasa berlaku adil pada siapa saja, tatkala dia berjumpa dengan santri, keindahan itu akan tetap seperti itu, dan ketika bertemu dengan preman pasar sekalipun  maka keindahan yang dia tampakkan akan sama dengan yang diberikan pada santri, tidak lantas kemudian segera merubah sayapnya menjadi buruk atau jelek, itulah keadilan yang kita jumpai pada kupu-­kupu.

Kedua, kupu‑kupu hanya akan betah singgah dan berlama‑lama ditempat yang baik, dia hanya akan hinggap dari satu bunga ke bunga lain, tidak ada kupu‑kupu yang betah tinggal dan berlama‑lama pada tempat yang kotor, kumuh dan menjijikkan semisal pada tempat yang ada kotoran sapinya, kalaupun dia tersesat maka segera dia akan pergi. Lain halnya ketika dia bertemu dengan bunga, maka dia akan berlama‑lama ditempat itu, dia akan berusaha mendapatkan kebaikan dari bunga yang dihinggapinya demikian juga sebaliknya, dia akan memberikan kebaikan pada bunga yang dia hinggapi berupa fasilitasi perkembangbiakan bunga tersebut, jadi kupu‑kupu akan senantiasa memberi dan mendapatkan kebaikan pada tempat yang baik dimana dia berada.

Ketiga, kupu‑kupu berbeda dengan ulat, kupu‑kupu punya dua sayap yang dengannya dia bisa terbang bebas mengembangkan diri mencari tempat yang baru, bunga yang indah untuk mendapat dan memberi manfaat, untuk memperluas wawasannya, tidak terbelengu dan pasif seperti halnya ulat bulu. Dia akan terbang kemana dia sukai dengan memilih tempat yang baik.

Itulah beberapa hikmah dan pelajaran yang bisa kita ambil dari seekor kupu‑kupu yang berasal dari seekor ulat bulu yang menjijikkan, dan seharusnya itulah yang terjadi pada diri kita setelah kita melakukan metamorfosis selama bulan Ramadhan. Kalau kita mau jujur, ketika kita melihat diri ini sebelum Ramadhan, maka kita akan bergidik jijik melihat hati kita, jiwa kita, ruh kita, dan kita akan berucap “ya Alloh begitu sangat kotomya diri ini, begitu sangat kumuhnya ruh ini, hati ini dipenuhi oleh sombong, dengki, benci, amarah, riya’, ujub, su’uzhan dan lain sebagainya”. Penyakit dan pengotor inilah yang menyebabkan kita bergidik saat melihat hati kita sebelum bulan Ramadhan. Semoga Alloh menggolongkan kita termasuk hamba­-Nya yang memiliki kejujuran nurani, sehingga mampu melihat kekurangan diri dan segera menyadarinya.

Sahabat sekalian, begitu Ramadhan tiba dan kita lalui, maka proses metamorfosis telah kita lakukan. Sebulan penuh kita berpuasa, betapa dalam arti mengekang kehendak nafsu yang jelek, sebulan bukanlah waktu yang sebentar kalau selama itu kita melaksanakan puasa dengan penuh kesungguhan dan mengisinya dengan hal‑hal yang bisa mendekatkan kita dengan‑Nya, maka perubahan akan terjadi seperti yang terjadi pada ulat yang berubah menjadi kupu‑kupu, kemana‑mana akan menebarkan keindahan dan menebarkan kebaikan pada apa saja dan siapa saja yang kita jumpai. Itu adalah satu bukti dan ciri bahwa metamorfosis yang kita lakukan berjalan sempuma dan sukses. Kemana mana akan menebarkan keindahan yang menyadarkan, kata‑kata kita adalah kata‑kata yang indah penuh hikmah, pandangan kita adalah pandangan yang indah, gerakan kita adalah gerak yang memberi manfaat bagi sesama, hati kita pun adalah hati yang indah. Sehingga tidak ada satu orangpun yang bertemu dan berjumpa dengan kita kecuali akan terkesima dengan keindahan yang kita tebarkan. Jika kita bertemu dengan seseorang maka akan terucap darinya “Ya Alloh saya kok belum seperti dia, kata‑katanya indah penuh hikmah dan kebaikan, sedangkan kata‑kata saya kok tidak seindah kata‑katanya”. Itulah yang terucap, dari setiap orang yang berjumpa dengan kita. Wallohua’lamu bish showab wastaghfirullohal azhiim.

Responses

  1. puasa harus dengan ikhlas dan penuh keceriaan
    visit http://act.id for humanity


Leave a comment