NAFSUMU KELOLALAH

NAFSUMU KELOLALAH

Oleh Ust. Drs. Syathori Abdurrauf

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabb-nya dan menahan din dari keinginan hawa nafsunya, maka surgalah tempat tinggalnya.”

(An‑Nazi’at : 40-41)

Sahabat sekalian, salah satu karunia Alloh terbesar yang diberikan kepada kita adalah nafsu. Dengan nafsu tersebut kita bisa eksis di dunia ini. Dan dengannyalah manusia dapat berkembang. Kita bisa bayangkan seandainya tiga hari saja kita tidak memiliki nafsu makan, tentu akan mendatangkan masalah. Bahkan satu hari saja kita tidak memiliki nafsu tentu akan melahirkan berbagai masalah. Seorang laki‑laki yang tidak memiliki nafsu terhadap perempuan ia dikatakan memiliki penyakit. Oleh karena itu nafsu dapat mendatangkan manfaat kepada kita baik berupa kelestarian, kebaikan, maupun kebahagiaan. Hanya saja manusia mempunyai sikap yang berbeda-­beda terhadap nafsu tersebut. Perbedaan sikap, tersebut dapat mendatangkan manfaat dan dapat pula mendatangkan masalah. Sikap yang salah tentu akan mendatangkan masalah.

Sahabat sekalian mungkn timbul pertanyaan pada diri kita kenapa Alloh menciptakan nafsu?. Sebenarnya ini adalah pertanyaan yang keliru. Orang yang menyalahkan Alloh terhadap ciptaan‑Nya termasuk nafsu, merupakan sebuah kesalahan. Karena bila kita memposisikan nafsu pacla tempatnya atau sesuai posisinya tentu tidak akan mendatangkan masalah, malah akan mendatangkan manfaat. Semisal perahu yang diletakkan di daratan tentu tidaklah bermanfaat. Namun bila kita letakkan di sungai tentu akan banyak manfaatnya. Untuk mencari ikan semisal.

Karena mayoritas orang tidak dapat mengambil manfaat dari nafsunya, maka sering timbul celaan terhadap nafsu. Dalam hal ini Ibnu Qoyyim al Jauziyah semoga Alloh merahmatinya menggambarkan nafsu itu bagai sungai yang arusnya deras dan keruh/kotor. Kita bisa membayangkan betapa tidak ada manfaatnya sungai tersebut, sudah deras kotor lagi. Menurut beliau manusia dalam mensikapi nafsu ada empat golongan:

Pertama, manusia yang membiarkan dirinya dihantam atau digerakkan oleh nafsu. Siapakah mereka? Mereka adalah orang yang setiap ada keinginan nafsu, tanpa banyak pikir ia turuti nafsu tersebut. Manakala ia ingin makan, ia langsung makan biarpun tidak lapar. Ketika ingin minum, langsung minum. Ketika ingin tidur langsung tidur. Ketika ingin nonton langsung nonton. Ketika ingin berma’shiyat langsung ia turuti. la lakukan semua itu tanpa ia pikirkan terlebih dahulu akibatnya. la perturutkan semua nafsunya. Kadang nafsunya mendorongnya untuk sholat, iapun sholat. Namun sholatnya bukan untuk Alloh. la sholat karena ingin dipuji, ia sholat karena menghilangkan rasa malu.

Kedua, Manusia yang berusaha membendung derasnya nafsu.

Mereka adalah orang yang berusaha melawan keinginan nafsu. Manakala ingin makan, ia tidak makan. Manakala ingin tidur, ia tidak tidur. Manakala ingin sholat, ja tidak sholat. Manakala ingin berma’shiyat ia tidak berma’shiyat. Manakala ingin manyapa, ia tidak menyapa. Kadang sikapnya itu bermanfaat baginya, namun kerugian yang ia peroleh lebih banyak. Karena ia tidak meletakkan nafsu pada tempatnya atau sesuai posisinya. Dalam hadist dari Anas Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Datang suatu rombongan terdiri dari tiga orang ke rumah istri‑istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya tentang ibadah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian setelah diberitahu, mereka seolah‑olah menganggap sedikit, sebab Nabi telah diampunkan dosanya. Sehingga berkata seorang dari mereka : saya akan sholat terus sepanjang malam. Yang kedua berkata : saya akan puasa selamanya. Yang ketiga berkata : saya akan menjauh dari istri‑istri dan tidak akan kawin. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan bersabda : kamu tadi yang berkata begini‑begini. Demi Alloh saya lebih takut kepada Alloh daripada kamu, bahkan saya yang lebih bertaqwa, tetapi saya puasa dan buka, sholat dan tidur, Juga kawin dengan beberapa wanita. Maka siapa yang mengabaikan sunahku, maka ia bukan dari ummatku“. (HR. Bukhori dan Muslim)

Demikianlah orang yang tidak meletakkan nafsu pada posisinya. Pada akhirnya kerugianlah yang ia dapatkan. Dalam sebuah surat kabar Republika pernah diberitakan beberapa pendeta di sebuah negara melakukan perselingkuhan, ada pula yang stress. Menurut Dr. Imamuddin di Chicago USA ada sebuah rumah sakit yang khusus menangani pendeta yang stress. Demikianlah keadaan orang‑orang yang tidak meletakkan nafsu pada tempatnya. Pada akhirnya penderitaanlah yang ia dapatkan.

Ketiga, manusia yang menjeburkan diri dalam nafsu tidak terseret tapi tidak pula dapat mengambil manfaat. lbarat di sungai ia tidak terhempas oleh derasnya air dan tidak terkotori oleh keruhnya air. Tapi ia tidak dapat pula mengambil manfaat dari sungai tersebut. Mereka adalah orang yang selalu berkata baik, tidak ghibah (menggunjing), tapi sayangnya ia tidak mengambil manfaat dari perjalanan hidupnya. la banyak membuang sia‑sia kesempatan yang Alloh berikan kepadanya. Waktunya, umurnya, kesehatannya berlalu dengan kesia­-siaan. Tidak banyak benih kebaikan yang ia tanam. Mereka banyak nonton bola, baca koran dan lain‑lain. Padahal Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman agar kita selalu melakukan kebaikan : Berlomba‑lombalah dalam melakukan kebaikan”(TQS. Al Baqara;148,al Maidah : 51)

Keempat, manusia yang bisa mengambil manfaat dari derasnya nafsu.

lbarat tinggal di pinggir sungai yang deras lagi keruh, ia memodifikasi sungai tersebut sedemikian rupa sehingga dapat bermanfaat, semisal membuat saluran kecil kemudian ia saring airnya sehingga ia dapat mengambil manfaat darinya. Semisal untuk mandi, minum, mengairi sawah dan lain sebagainya.

Sahabat sekalian, apa yang dapat kita lakukan agar nafsu tersebut dapat mendatangkan manfaat?. Paling tidak ada tiga hal yang perlu kita lakukan agar nafsu tersebut dapat mendatangkan manfaat. lbarat sungai yang airnya deras lagi kotor apa yang kita lakukan?

1 . Menenangkan air tersebut.

Kita biarkan air terus mengalir. Namun kita memodifikasinya sedemikian rupa sehingga air dapat mengalir dengan tenang.

2. Menjernihkan air yang tenang tadi.

Air yang tenang kurang optimal manfaatnya sehingga. perlu dibersihkan agar lebih bermanfaat.

3. Mengalirkan ke tempat yang bermonfaat.

Setelah air tenang dan jernih kita alirkan ke tempat yang kita inginkan   Misalnya ke kolam, ke sawah dan lain‑lain. Air yang tenang dan jernih tidak akan optimal bila tidak dialirkan pada tempat yang sesuai.

Lalu bagaimana dengan nafsu kita? Sebagaimana dengan sungai yang deras lagi kotor, maka nafsu yang seperti itu perlu pula diperbaiki. Lalu bagaimana caranya?.

Pertama, menenangkan gejolak hawa nafsu tersebut untuk menenangkan gejolak hawa nafsu dapat ditempuh dengan “riadhoh bi nafs” (melatih jiwa). Dan untuk melatih jiwa dapat dilakukan dengan puasa ataupun qiyamul lail

(sholat malam). Kalau kita kontinyu dan memang harus kontinyu insya Alloh nafsu dapat menjadi tenang. Yang menjadi masalah seringkali kita pinginnya cepat berhasil tanpa adanya kesabaran. Sehingga hasilnya pun tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Seorang atlit latihan cuma seminggu satu kali pingin juara rasanya kok mustahil! Demikian pula dengan melatih jiwa pinginnya berhasil tapi cuma sholat malam atau puasa sunat seminggu sekali, hasilnya pun kurang memuaskan. Oleh karena itu kontinuitas dan kesabaran.

Kedua, menjernihkan nafsu yang telah tenang. Untuk menjadikan nafsu yang tenang menjadi jernih, maka kita perlu menyaringnya. Oleh karena itu perlu dibutuhkan saringan. Yang pasti bukan saringan teh. Saringan fungsinya untuk menyaring kotoran. Oleh karena itu kita harus tahu mana yang termasuk kotoran, mana yang bukan. Mana yang kita perlukan dan mana yang harus kita buang. Semakin rapat saringan maka akan semakin banyak kotoran yang tersaring. Dan untuk menyaring nafsu yang kita butuhkan tidak lain adalah ilmu. Dengan ilmu kita akan mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang halal dan mana yang haram. Mana yang diperintahkan Alloh dan mana yang dilarang.  Dan semakin banyak ilmu yang kita miliki maka akan semakin memahamkan kita tentang semua itu.

Ketiga, menyalurkan ke tempat yang semestinya. Paling tidak ada dua tempat  muaranya hawa nafsu. Muara  yang pertama dan yang utama adalah Alloh. Alloh-lah yang menghidupkan kita, mencukupi segala kebutuhan kita baik yang kita minta maupun yang tidak, yang mematikan kita, dan tempat kita kembali. Jika segala yang kita lakukan tujuannya bukan untuk diri-Nya alangkah hinanya kita. Segala yang kita lakukan haruslah diridhoi dan dicintai Alloh. Firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala : “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia supaya mereka menyembah-Ku” (TQS. Adz Dzariyat : 56). Alloh memerintahkan kita supaya segala aktivitas yang kita lakukan untuk beribadah kepada‑Nya. Sedang muara yang kedua adalah manfaat untuk sesama. Kita memang harus sholeh dan sholehnya kita bukanlah untuk diri kita sendiri. Kita memang harus sholeh  namun juga harus dapat mensholehkan orang lain. kita memang harus banyak ilmu dan ilmu itu juga harus dirasakan oleh orang lain. Dan semua itu tidak dapat kita lakukan jika kita tidak pernah berhubungan dengan ummat, tidak berhubungan denga masyarakat. Untuk eksis di akherat kita perlu eksis di dunia. Firman Alloh : “Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketaqwaan” (TQS. Al Maidah: 2). Sabda Rasulullah ‘alaihi wa sallam dari hadist Jabir bi ‘Abdillah wa sallam riwayat Muslim : ” Barangsiapa dari kalian yang bisa memberi manfaat kepada saudaranya maka hendaklah ia kerjakan“. Dari hadist Ibnu Umar dan hadist Abu Hurairah riwayat Muslim Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Siapa yang meringankan kesusahan dari saudaranya di dunia maka Alloh akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat“. Demikianlah Alloh dan Rasulullah selalu memerintahkan kita untuk memberikan kemanfaatan bagi sesama.

Lalu apa yang mesti kita butuhkan agar nafsu kita bisa bermuara untuk Alloh clan kemanfaatan sesama?

Yang kita butuhkan tidak lain dan tidak bukan adalah hikmah. Untuk mendapatkan hikmah berbeda dengan untuk mendapatkan ilmu. Untuk mendapatkan ilmu kita dapat datang ke orang ‘alim. Ke ustadz semisal. Sedangkan hikmah tidak dapat dicari (dari orang lain). Karena. hikmah mumi dari Alloh. Untuk mendapatkan hikmah kita perlu mendekatkan diri kita kepada Alloh dengan ilmu dan amal sholeh. Wallahu a’lam bish showab was taghfirullahal azhiim.

Responses

  1. Terima kasih atas ilmunya


Leave a comment