Membangun Rumah Kepribadian 8

Seri Membangun Rumah Kepribadian (8)

KEPRIBADIAN ISTIQAMAH

Oleh : Ustadz Drs. H. Syathori Abdurrouf

Alloh Ta’ala berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan : “Rabb kami adalah Alloh”, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka malaikat akan turun kepada mereka (seraya berkata) : “Janganlah kamu merasa takut dan jangan pula merasa sedih; bergemberilah dengan surga yang telah dijanjikan kepada kalian.” (QS. Fushshilat : 30).

Saudaraku, sepenuhnya harus kita katakan kalau secara kwantitas jumlah umat Islam di Indonesia tidak bisa kita katakana sedikit. Di Negri ini terlalu mudah untuk menemukan orang Islam. Namun diantara sekian banyak orang Islam yang ada, kita harus menerima kenyataan kalau sedikit sekali diantara mereka yang beriman.

Fenomena seperti ini mengingatkan kita dengan firman Alloh di dalam surat Al Hujurat ayat 14 : “Orang-orang Arab Badui itu berkata :  “Kami telah beriman.” Katakanlah kepada mereka : “Kalian belum beriman, tapi katakanlah kami telah islam, karena iman itu belum masuk ke dalam hati kalian…”

Saudaraku, salah satu indikasi sedikitnya orang beriman di Negri ini adalah fenomena berkumandangnya adzan. Apa yang kita jumpai di masjid dan mushalla ? Sepi…! Ya sepi. Kalaupun ada jama’ah, jumlahnya terlalu sedikit untuk dikatakan banyak. Kemanakah sebagian besar mereka ? Tetap asik dengan fatamorgana dunia yang melalaikan mereka.

Kalau seandainya umat Islam di Negri ini semuanya beriman, niscaya tidak ada tempat yang melimpah dipenuhi manusia kecuali masjid atau mushalla. Mengapa demikian ? Bukankah Alloh Ta’ala telah berfirman : “…Dan orang-orang yang beriman itu amat sangat mencintai Alloh…” (QS. Al Baqarah : 165).

Iman dan cinta  memang tidak bisa dipisahkan, keduanya bagai dua sisi mata uang; iman tanpa cinta adalah dusta, cinta tanpa iman adalah sia-sia.

Cinta kepada Alloh akan membuat semua insan beriman tidak bisa memendam kebahagiaan di kala Sosok yang dicintainya, yakni Alloh Ta’ala, memanggil-manggil dirinya. Buncah kerinduan untuk segera bersimpuh ke Haribaan-Nya pun akan segera mengembang dalam sikap khudhu’ dan tunduk yang dibingkai dalam amal shalat yang ditunaikan secara khusyu’.

MUKMIN YANG YAKIN

Saudaraku, diantara sedikit orang yang beriman ini, lebih sedikit lagi mereka yang “yakin” dengan keimanannya. Sedikitnya mereka yang yakin ini bisa kita lihat pada kenyataan sedikitnya orang beriman yang bisa merasakan nikmatnya “ibadah” kepada Alloh. Seandainya mereka benar-benar yakin dengan keimanannya, niscaya kenikmatan beribadah ini akan memenuhi seluruh relung hatinya. Dimanakah mereka bisa merasakan nikmatnya ibadah ini ? Ada pada kesulitan dan kepayahan saat melaksanakan ibadah tersebut. Ibadah shaum semisal, akan dirasakan nikmat oleh orang yang yakin kala dia menahan rasa lapar karena shaum tersebut. Demikian pula ibadah shalat akan terasa nikmat dalam lamanya berdiri, panjangnya ruku’, sujud dan seterusnya.

Saudaraku, diantara sedikit orang yang yakin ini, akan lebih sedikit lagi mereka yang istiqamah dalam keyakinannya. Betapa banyak diantara kita yang hari ini bisa merasakan nikmatnya ibadah, namun esok harinya sudah kehilangan segalanya.

MENUJU ISTIQAMAH

Alloh Ta’ala berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan : “Rabb kami adalah Alloh”, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka malaikat akan turun kepada mereka (seraya berkata) : “Janganlah kamu merasa takut dan jangan pula merasa sedih; bergemberilah dengan surga yang telah dijanjikan kepada kalian.” (QS. Fushshilat : 30).

Saudaraku, ayat di atas mengajarkan kepada kita, bahwa istiqamah itu harus diawali iman. Tanpa iman tidak akan mungkin ada istiqamah.

Dalam ayat di atas Alloh menghubungkan “Rabbunalloh” (iman kepada Alloh) dan “istaqaamuu” (istiqamah) dengan kata “tsumma” yang artinya kemudian Para mufassir mengatakan “tsumma” adalah kemudian  yang tidak langsung atau berjarak, sehingga orang yang telah beriman tidak akan serta merta menjadi istiqamah, ada rentang proses yang harus dilewatinya. Bagaimanakah proses itu ?

Saudaraku, saat seseorang mengucapkan “Rabbunalloh” (Rabb kami adalah Alloh), maka ucapannya ini akan menjadi ikrar iman manakala dilandas-dasari ilmu, bukan semata-mata ucapan lisan, apalagi cuma sekedar ikut-ikutan (taqlid). Bila ucapan Rabbunallah ini tidak disertai ilmu, maka ucapan ini hanyalah ikrar islam belaka (belum iman). Karena itu setiap orang harus mengetahui (memiliki ilmu) apa itu Rabb, Alloh, tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyah , tauhid Asma’ dan shifat dan seterusnya.

Tahap selanjutnya adalah adalah meningkatkan kadar iman menjadi yakin. Caranya adalah dengan menjadikan hati kita, hati yang bersih, bersih dari segala kotoran yang ditimbulkan oleh dosa dan ma’shiyat, dan bersih pula dari segala jenis penyakit, baik sombong, benci, dengki, riya’ atau sekedar su-uzh zhan.

Sesedikit apapun ilmu yang dimiliki oleh seseorang, manakala bertemu dengan hati yang bersih, maka buah dari pertemuan tersebut adalah yakin, seperti orang yang berhati bersih yang dikirimi kotak bertuliskan “selamat menikmati”, pastilah dia yakin kalau isi kotak ini adalah makanan. Tidak demikian dengan orang yang hatinya kotor, ia akan curiga jangan-jangan isinya adalah….. atau ia tidak tahu apa di balik tulisan “selamat menikmati” yang tertera di atas kotak, tentu ia pun tidak akan sampai yakin dengan apa yang ada di dalam kotak tersebut.

Saudaraku, sesampainya seseorang di pelataran yakin, maka ia tinggal meneruskan perjalanan memasuki “rumah” istiqamah, dengan cara yang sangat sederhana sekali, yaitu, salah satunya, rajin mendengarkan bacaan Al Qur’an.

Usman bin Affan pernah berkata : “Orang yang bersih hatinya tidak akan pernah kenyang dari bacaan Al Qur’an.” Artinya setiap bacaan Al Qur’an yang didengar oleh orang yang bersih hatinya pasti akan masuk ke hati. Begitu masuk ke hati, maka bacaan Al Qur’an tersebut akan memberikan efek, pengaruh dan hikmah bagi hati. Pengaruh tersebut akan bersesuaian dengan kandungan ayat yang didengar.

Kalau ayat yang didengar berisi neraka maka akan timbullah rasa yakin terhadap keberadaan neraka ini yang diwujudkan dalam rasa takut terhadap neraka. Bila kandungan ayat tersebut berisi surga maka akan timbul pulalah rasa yakin terhadap keberadaan surga, yang diwujudkan dalam rasa rindu dan harap bisa memasukinya.

Ketika seseorang takut terhadap neraka, tentu ia akan menjauhi perbuatan yang akan menjerumuskan mereka ke dalamnya (dosa dan ma’shiyat). Dan ketika seseorang merindukan surga tentu ia pun akan rindu terhadap segala amal yang akan mengantarkan mereka untuk bisa memasukinya.

Bila seseorang selalu menjauh dari dosa dan ma’shiyat, dan selalu rindu dengan kebaikan, maka telah sampailah ia ke rumah (kepribadian) istiqamah.

Saudaraku, mungkin sebagian kita bertanya-tanya : bagaimana dengan saya yang tidak bisa memahami Al Qur’an karena saya belum memahami bahasa Arab.

Pengaruh di atas, sebenarnya tidak hanya dirasakan oleh orang yang mengerti dan memahami kandungan ayat yang ia dengar, tapi juga dirasakan oleh yang kurang atau bahkan tidak memahaminya.

Perumpamaannya seperti orang yang makan nasi, yang tidak mengerti bahwa di dalam nasi terdapat zat-zat yang sangat bermanfaat bagi tubuh, semisal karbohidrat, glukosa, mineral atau vitamin. Maka apakah karena ia tidak mengerti akan kandungan zat-zat yang ada di dalam nasi tersebut, setiap kali ia makan nasi, yang masuk hanya nasinya belaka, sementara zat-zat tersebut tidak ikut masuk ke dalam perut ? Tentu tidak. Zat-zat tersebut akan ikut masuk ke dalam perut, dan memberikan efek, pengaruh dan manfaat bagi tubuh.

Demikian pula dengan mereka yang gemar, suka dan rajin mendengarkan bacaan Al Qur’an. Allohu a’lam

Ya Alloh, tuntun dan bimbing hamba-Mu ini agar bisa sampai di maqam istiqamah di Jalan yang Engkau ridhai.

Leave a comment