Membangun Rumah Kepribadian 7

MENUMBUHKAN KEYAKINAN

Seri : Membangun Rumah Kepribadian (Bag-7)

Oleh Ustadz Drs. H. Syathori Abdurrouf

Saudaraku, seandainya kita ditanya seseorang, apakah yang paling berarti dalam hidup ini ? Rasanya tidak ada jawaban yang lebih tepat kecuali “yakin”, sebab yakin akan membimbing kita mencintai kebenaran, kepastian dan kesejatian. Dengan “yakin” seseorang akan menapaki hidup ini dengan benar-benar menapak di bumi ini. Baginya tidak ada angan-angan, mimpi apalagi khayalan yang ada adalah realita, nyata dan pasti.

Lukman al Hakim pernah berkata : “Seseorang itu tidak mungkin beramal kecuali dengan keyakinan. Dan tidaklah seseorang beramal kecuali seukur dengan tingkat keyakinannya. Dan tiadalah seseorang melemah dalam amal kecuali pasti karena melemah keyakinannya.

Karena itu Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda ; “Yakin adalah iman dengan keseluruhannya.”

APAKAH YAKIN ITU ?

Abdullah al Haddad berkata dalam Risalatul Mu’awanah : “Yakin adalah gambaran akan kuatnya iman seseorang yang menghunjam di kedalaman hatinya, sehingga ia bagai gunung terjal yang menjulang tinggi, yang tidak bisa digoyahkan sedikitpun oleh keraguan dan kebimbangan.”

Ali bin Abi Thalib berkata : “Sekiranya keyakinan sudah merasuk ke dalam hati seseorang, maka segala yang ghaibpun seakan-akan tampak di hadapan mata, yang sekiranya tabir penutup kegaiban ini disingkap, tidaklah sedikitpun menambah keyakinannya.

Ibnu ‘Athaillah as Sakandari dalam Syarh Hikam mengatakan : “Andaikan nur keyakinan telah menerangi hatimu, niscaya engkau dapat melihat akhirat itu lebih dekat kepadamu sebelum engkau melangkahkan kaki menuju ke sana, dan engkau pun dapat melihat keindahan dunia ini telah diliputi oleh kesuraman dan kerusakan yang bakal menghinggapinya.

Anas Rodhiyallahu ‘anhu pun pernah berkata : “Ketika Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam tengah berjalan-jalan di pagi hari, beliau bertemu dengan seorang pemuda Anshar, bernama Haritsah. Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam pun bertanya : “Bagaimana keadaanmu pagi ini wahai Haritsah ?”

“Pagi ini sungguh saya betul-betul dalam keadaan beriman.”  Jawab Haritsah.

“Haritsah ! Perhatikan kata-katamu tadi, karena setiap perkataan itu harus ada buktinya ?”

“Ya Rasulullah, hari ini jiwaku telah jemu dengan dunia, sehingga saya selalu bangun malam dan puasa di siang hari, kini aku seolah-olah telah berada di hadapan ‘Arsy. Aku lihat di sana penduduk surga sedang saling kunjung mengunjungi, sebagaimana aku pun melihat para penduduk neraka sama menjerit-jerit kesakitan.”

“Engkau telah membuktikannya, maka istiqamahlah.” Sahut Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam.

Pertanyaan yang sama pernah ditujukan oleh beliau Shollallohu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin Jabal. Mu’adz pun menjawab : “Ya Rasulullah, jika aku berada di waktu pagi merasa tak akan mungkin sampai di waktu sore,  dan jika aku berada di waktu sore merasa tidak akan mungkin sampai di pagi hari. Dan setiap melangkahkan kaki, rasanya tidak mungkin bisa melangkahkan kaki berikutnya. Aku lihat semua manusia seolah telah dipanggil oleh Alloh Ta’ala untuk menerima suratan amal bersama para Anbiya’ dan Mursalin serta orang-orang shalih pendahulu mereka.

Demikianlah sebagian tanda yang dimiliki oleh hati diselimuti oleh yakin, cahaya keyakinan itu akan  memendar dalam alam kehidupan lahiriyahnya. Dan sebuah kenyataanpun akan terhampar di sana, kenyataan indah yang tak akan sunyi dari kata. Gaungnya menggema  mengantar kesenyapan rasa yang tak terasa senyap. Panoramanya menguak tabir mutiara kata di dasar samudra maya, mengangkatnya ke permukaan kalimat dan mempersembahkannya kepada berjuta umat. Puncaknya, hadirlah rasa rindu yang membuncah untuk mendengarkan kembali satu simponi yang lembut, simponi alam surgawi yang mengalir merasuk ke dalam sukma, yang kesyahduannya membuat diri seolah tak ada waktu lagi untuk sekedar bermimpi. Sayup tapi pasti ia dengar suara memanggil-manggil dirinya:

“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan engkau ridha dan diridhai. Masuklah kamu ke dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah kamu ke dalam surga-Ku. (al Fajr : 27-30)

Hatim bin ‘Ady, seorang sahabat Nabi, saat beliau disiksa mati secara perlahan-lahan oleh orang kafir, terucap dari bibir beliau kata-kata yang penuh keyakinan : “Fuztu, wa Rabbil ka’bah,  Demi Alloh ! Aku bahagia.”  Hanya orang yang yakin sajalah yang bahagia dengan kematian.

Beberapa saat sebelum Sayyid Qutb dibunuh oleh rejim lalim di tiang gantungan, terukir kata-kata indah beliau : “Untuk sebuah keyakinan tiang gantungan bagaikan lambaian tangan-tangan bidadari.

Begitulah manusia berhati yakin. Ia adalah manusia yang tak pernah hidup di alam khayal. Kehadirannya di alam kemanusiaan adalah kehadiran matahari  di alam semesta. Apapun yang ia perilakukan dalam hidup ini semuanya lebih merupakan refleksi dari pendar cahaya Alloh yang ada di dalam semesta hatinya. Bukan itu saja, semburat cahaya itu pun, dalam gambaran Utsman bin Affan, akan menembus relung hatinya yang paling dalam, yakni ego keakuannya (al Iradah al Ananiyah). Dengan cahaya itulah ego keakuan  akan selalu terbimbing oleh benderang cahaya Rabbaniyah. Sehingga tiadalah yang diingini oleh ego keakuannya, kecuali itu merupakan perwujudan dari keinginan Rabb semata. Ia telah merelakan kehendak egonya melebur menjadi satu dengan kehendak Alloh Rabbul Jalil. Inilah sosok “Rabbany” yang hakiki.

Alloh Tabaraka wa Ta’ala berfirman :  “Dan tidaklah patut bagi lagi-laki yang mukmin dan juga wanita yang mukminah, apabila Alloh dan Rasul-Nya telah menetapkan satu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain). Dan barang siapa yang mendurhakai Alloh dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (al Ahzab : 36).

Dalam ayat yang lain Dia juga berfirman : “Sesungguhnya jawaban orang-orang yang beriman bila mereka dipanggil oleh Alloh dan Rasul-Nya, agar Rasul menyampaikan satu ketetapan kepada mereka, ialah : “kami mendengar dan kami patuh”. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (an Nur : 51)

BAGAIMANA MENUMBUHKAN KEYAKINAN

Setiap orang mempunyai bakat yang sama untuk yakin, hanya cara mengembangkannya saja yang berbeda. Modal paling utama untuk memiliki keyakinan adalah “hati yang bersih”, setelah itu kita lakukan langkah-langkah berikut :

  1. Membaca ayat-ayat yang berisi keagungan dan Kebesaran Alloh, juga ayat-ayat tentang kehidupan sesudah mati, surga, neraka dan sejenisnya.

Alloh Ta’ala berfirman : “Tidak cukupkah bagi mereka bahwa Kami telah menurunkan kepadamu Al Qur’an, sedang ia dibacakan kepada mereka ? Sesungguhnya di dalam Al Qur’an itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (QS. 29 : 51)

  1. 2. Melihat segala sesuatu dengan ‘ainul i’tibar” (mata yang bisa mengambil pelajaran). Alloh Ta’ala berfirman : “Kami akan perlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Dia adalah Al Haq.” (QS. 41 : 53)
  2. 3. Mengamalkan apa saja yang sudah kita imani. Alloh Ta’ala berfirman : “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (untuk mencari keridhaan) di Jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami. Dan sungguh Alloh benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. 29 : 69).

Allohu a’lam.

Ya Alloh, hidupkan kami dengan yakin, matikan pula kami dengan yakin, dan kumpulkan kami di akhirat nanti bersama hamba-hamba-Mu yang yakin.

Leave a comment